Alat Musik Tradisional Indonesia yang Hampir Punah – Sayangnya, banyak alat musik tradisional Indonesia yang mulai dilupakan oleh generasi saat ini.
Alat Musik Tradisional Indonesia yang Hampir Punah
Berikut adalah beberapa di antaranya:
1. Celempung
tbadl – Celempung adalah alat musik tradisional yang berasal dari Provinsi Jawa Barat, terbuat dari bambu dan dilengkapi dengan senar dari sembilu bambu. Cara memainkannya adalah dengan dipukul menggunakan alat pemukul yang disebut tarengteng. Celempung tidak dimainkan secara solo; sebaliknya, alat musik ini berfungsi sebagai pengatur irama dalam orkestrasi yang dikenal dengan nama Celempungan.
2. Saluang
Saluang, alat musik khas Minangkabau, terbuat dari bambu talang dengan panjang sekitar 40-60 cm dan diameter 3-4 cm. Untuk memainkannya, pemain cukup meniupnya. Dengan latihan, pemain saluang dapat menghasilkan suara tanpa henti saat menarik napas. Sangat mengagumkan, bukan?
Baca juga : Latest Instagrammable Tourist Destinations
3. Taktok Trieng
Taktok Trieng adalah alat musik pukul yang juga terbuat dari bambu, ditemukan di Kabupaten Pidie, Aceh Besar, dan daerah lainnya. Ada dua variasi Taktok Trieng: satu digunakan untuk pertemuan di balai, dan yang lainnya digunakan di sawah untuk mengusir burung atau hama yang mengancam tanaman padi.
4. Gamolan
Gamolan adalah alat musik tradisional dari Lampung yang mirip dengan gamelan. Terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara dipukul, gamolan ini konon sudah ada sejak abad ke-4 Masehi. Gamolan kuno terdiri dari delapan bilah bambu yang sejajar di atas sebuah bongkahan bambu besar, masing-masing mewakili delapan tangga nada: do, re, mi, fa, sol, la, si, do.
5. Rindik
Rindik adalah alat musik tradisional asal Bali yang terbuat dari bambu dan bernada berdasarkan tangga nada salendro. Rindik masih digunakan dalam upacara pernikahan tradisional dan acara pertunjukan yang dikenal sebagai “Joged Bumbung”. Tarian ini biasanya diiringi oleh 10-20 orang yang memainkan gamelan, memberikan hiburan bagi pengunjung, baik pada acara ritual maupun di hotel-hotel di Bali.
6. Tatali
Tatali adalah alat musik tradisional dari Sulawesi Tengah, terbuat dari bambu, dan merupakan bagian dari kekayaan budaya Suku To Wana di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
7. Sasando
Sasando adalah alat musik petik dari Pulau Rote, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Nama “Sasando” berasal dari bahasa Rote, yakni sasandu, yang berarti alat yang bergetar atau berbunyi. Sasando telah digunakan oleh masyarakat Rote sejak abad ke-7 dan memiliki bentuk yang mirip dengan instrumen petik lainnya seperti gitar, biola, dan kecapi.
8. Pa’pompang
Pa’pompang, atau Pa’bas, adalah alat musik dari Tanah Toraja, Sulawesi Selatan. Suara bas yang dominan menjadi karakteristik tersendiri dari alat musik ini. Pa’pompang dibunyikan dengan cara ditiup dan memiliki rentang nada dua setengah oktaf.
Melalui upaya pelestarian dan pengenalan kembali, semoga alat musik tradisional ini dapat terus hidup dan mewarnai budaya Indonesia yang kaya.
Meskipun alat musik ini tergolong tradisional, ternyata ia dapat dengan mudah berkolaborasi dengan alat musik modern lainnya, seperti terompet, saksofon, organ, atau piano, saat mengiringi lagu.
#9 Gong Sebul
Gong sebul adalah alat musik yang terbuat dari bambu. Meskipun namanya “gong”, bentuknya tidak bulat seperti gong pada umumnya. Sebaliknya, ia terdiri dari sepotong bambu petung (Ochloa gigantea) yang panjangnya disesuaikan dengan nada yang ingin dihasilkan. Cara memainkannya pun unik, karena bukan dipukul melainkan ditiup.
Gong sebul umumnya digunakan untuk melengkapi musik tradisional krumpyung, yang terdiri dari sejumlah alat musik yang mayoritas juga terbuat dari bambu, seperti krumpyung itu sendiri, demung, saron, peking, bonang, gambang, serta kempul alias gong kecil dan kendang.
#10 Foy Doa
Alat musik yang satu ini merupakan ciri khas dari Nusa Tenggara Timur. Foy doa adalah suling berganda yang terbuat dari bambu, dengan dua atau lebih pipa yang terhubung. Alat musik ini sering dimainkan oleh para muda-mudi dalam pertunjukan rakyat di malam hari.
Baca juga : Memahami Sejarah Musik Kontemporer
Menari Bersama Alat Musik Langka Buatan Belgia di Jatim Park 3
Museum Musik Dunia yang terletak di Jatim Park 3, Kota Batu, Jawa Timur, merupakan destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi. Selain menawarkan kesenangan, perjalanan ke museum ini juga akan menambah wawasan keluarga Anda tentang seni musik.
Di dalam Museum Musik Dunia, pengunjung dapat menyaksikan secara langsung berbagai alat musik langka dari seluruh benua. Salah satu yang paling menarik adalah Decap Dance Organ 105 Keys, alat musik klasik buatan Belgia dari tahun 1978.
Decap Dance Organ ini menyerupai kotak musik atau alat pemutar kaset, tetapi dalam ukuran yang lebih besar. Ukurannya yang besar memungkinkan alat ini untuk menyajikan berbagai instrumen, termasuk satu set drum, xylophone, akordion, synthesizer, dan terompet.
Dengan menggunakan tenaga angin, alat musik ini dapat bergerak secara otomatis saat pita rekaman dari gulungan kertas diputar. “Ini menggunakan tenaga angin. Di Belgia, alat musik ini biasanya dipakai sebagai pengiring dalam pesta dansa,” jelas Nia Hapsari, Manajer MMD, dalam wawancara dengan tugumalang. id pada Minggu (4/9/2022).
Salah seorang pengunjung tampak menikmati alunan musik dari Decap Dance Organ 105 Keys, yang seolah-olah memainkan dirinya sendiri. Alat musik ini termasuk langka, hanya ada lima unit di dunia, dan salah satunya berada di Indonesia, di Museum Musik Dunia. Alat ini diproduksi oleh PVBA Gebroeders Decap di Antwerpen, Belgia, oleh tiga bersaudara pada tahun 1978.
Selain Decap Dance Organ, pengunjung juga dapat merasakan pengalaman memainkan berbagai alat musik langka lainnya, seperti meniup Alphorn, terompet tradisional dari Swiss yang memiliki panjang sekitar 3 meter. Tak ketinggalan, ada akordion dan guzheng dari China. “Guzheng itu merupakan alat musik petik yang mirip kecapi,” jelas Nia.
Di lantai tiga Museum Musik Dunia, pengunjung akan menemukan koleksi fonograf dan gramofon tua. Kedua alat ini merupakan penemuan canggih dari era 1877 oleh Thomas Alva Edison, yang kemudian dikembangkan oleh Alexander Graham Bell menjadi gramofon. “Kami memiliki berbagai jenis alat musik, mulai dari yang berbentuk kotak musik hingga corong suara. Beberapa alat masih dapat dimainkan,” ungkap Nia sambil memutar salah satu gramofon.
Nuansa klasik semakin lengkap di lantai tiga dengan kehadiran patung lilin Luciano Pavarotti, penyanyi tenor opera terkenal asal Italia yang lahir pada 12 Oktober 1935. Patung ini menggambarkan Pavarotti saat memimpin kelompok paduan suara, menjadikannya objek swafoto yang sempurna di antara koleksi alat musik klasik yang memukau.
Nia menambahkan bahwa Museum Musik Dunia diciptakan untuk memungkinkan masyarakat, khususnya para pecinta musik, untuk mengenal sejarah musik dari zaman prasejarah hingga era milenial. “Kami berusaha menyajikan semua aspek, baik dari alat musiknya maupun kisah sejarahnya. Pengunjung juga dapat mencoba berbagai alat musik yang bisa dimainkan,” tuturnya.
Salah satu pengunjung terlihat asyik memainkan Alphorn, alat musik tiup tradisional asal Swiss, di dalam Museum Musik Dunia di Jatim Park 3.
Sementara itu, salah satu pengunjung, Priya Kirana (22), mengungkapkan kepuasannya terhadap berbagai hal edukatif tentang musik yang ditawarkan di museum. “Menurut saya, ini sangat penting untuk edukasi. Ternyata, sejarah musik itu sudah ada sejak lama dan terus berkembang hingga saat ini. Peran para musisi di masa lalu juga sangat besar,” ungkapnya dengan penuh semangat.
Keberadaan sosok patung lilin, memorabilia, dan ribuan alat musik yang dipamerkan di sana memberi Priya pemahaman yang lebih dalam tentang pesatnya perkembangan musik. “Pengalaman di sini sangat edukatif dan menambah pengetahuan musik saya. Yang menyenangkan, saya bisa sambil berjalan-jalan menikmati semua ini,” ceritanya.