Mengenal Seni Jaranan dan Sejarahnya – Seni jaranan merupakan kesenian yang sudah ada sebelum adanya pengaruh agama Hindu dan Budha. Kesenian ini merupakan salah satu bentuk Samanisme dalam ajaran animisme. penyisipan roh leluhur (iyang/hyang) ke dalam tubuh seseorang untuk memperoleh pesan magis atau informasi ramalan dari roh leluhur di desanya, atau Wanua dalam budaya Austronesia.
Mengenal Seni Jaranan dan Sejarahnya
tbadl – Jaranan adalah praktik animisme di mana seorang dukun atau dukun memasukkan roh atau makhluk gaib ke dalam medium tubuh manusia. Praktek ini mirip dengan Samanisme dalam kepercayaan pagan, yang umum digunakan pada masa sebelum agama modern, yaitu masa kepercayaan asli nusantara sebelum pengaruh budaya India memunculkan agama Hindu dan Budha.
Setelah pengaruh agama Hindu dan Budha, cerita tersebut dikembangkan oleh seniman Jaranan di Kediri (sumber tertulis tidak jelas). Raja Airlangga mempunyai seorang putri bernama Dewi Sangga Langit. Beliau orang Kediri yang sangat baik. Saat itu banyak sekali lamarannya, makanya ia mengadakan kompetisi. Calon Dewi Songgo Langit memang maha kuasa. Keduanya memiliki kekuatan dan pengetahuan yang besar.
Dewi Songgo Langit sebenarnya tidak ingin menikah dan hanya ingin menjadi seorang petapa. Raja Airlangga memaksa Dewi menikah dengan Songgo Langit. Pada akhirnya, dia ingin menikah hanya dengan satu keinginan. Siapapun yang berhasil menciptakan karya seni yang belum ada di Pulau Jawa, menjadi suaminya.
Ada beberapa orang yang ingin meminang Dewi Songgo Langit. Diantaranya adalah Klono Sewandono dari Wengker, Toh Bagus, utusan Singo Barong dari Blitar, Kalawraha, seorang adipati Pantai Kidul dan empat orang prajurit yang berasal dari Blitar. Para pelamar mengikuti kompetisi yang diselenggarakan oleh Dewi Songgo Langit. Mereka meninggalkan tempat masing-masing agar Kediri Dewi bisa melamar Songgo Langit.
Arak-arakan sahabat harus diiringi jaran-jaran dan turun ke bawah tanah, diiringi alat musik yang terbuat dari bambu dan besi. Saat ini besi tersebut menjadi kenong dan bambu menjadi terompet dan jaranan.
Saat Singo Ludoyo pergi menemani temannya Dewi Songgo Langit bersama Pujangganom, ia mengira sudah sampai di Wengker, namun ternyata ia masih sampai di Gunung Liman. Saat itu ia marah dan mengoyak Gunung Liman hingga berkeping-keping, dan sekarang tempat itu dinamakan Simoroto. Sebelum akhirnya sampai di Negeri Wengker, ia kembali ke Kediri. Ia keluar menuju Gua Selomangklung. Sekarang tempat itu dinamakan Selomngkleng.
Karena Dewi Songgo Langit dibawa dari Pujangganom ke Wengker dan tidak mau menjadi raja di Kediri, maka kekuasaan Kahuripan dialihkan kepada kedua adiknya Lembu Amiluhut dan Lembu Amijaya. Setelah Sangga Langit dibawa dari Pujangganom ke daerah Wengker Bantar Angin, Dewi Sangga Langit mengganti nama tempat tersebut menjadi Ponorogo.
Jaranan muncul di Kediri hanya untuk menggambarkan perpindahan dewi Songgo Langit dari Kediri ke Wengker Bantar Angin. Pada prosesi menuju Wengker, Dewi Sangga Langit dan Klana Sewandana dari Singo Barong diarak. Prosesinya dilakukan dengan cara memecahkan tanah sambil menari. Alat musik yang dimainkan terbuat dari bambu dan besi. Saat ini besi tersebut sudah menjadi kenong.
Untuk mengenang sayembara Dewi Songgo Langit dan pernikahannya dengan Klana Sewandono, diciptakanlah kesenian Reog Ponorogo oleh Raja Ponorogo saat itu di Wengker, yang di dalamnya terdapat tari Jathilan (Kuda ) terdapat lumping) yang menyebar hingga Kediri, sehingga kedua kesenian ini sebenarnya mempunyai akar sejarah yang hampir sama. Kesenian jaranan ini diwariskan secara turun temurun hingga saat ini.
Jaringan dan representasi abangan
Jaranan selalu disakralkan pada zaman dahulu. Maknanya selalu dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat supranatural. Selain sebagai tontonan, jaranan juga digunakan untuk upacara resmi yang berhubungan dengan arwah leluhur keraton. Pada zaman dahulu, jaranan sering dipajang di istana.
Dalam kesehariannya para seniman Jaranan merupakan masyarakat Abangan yang masih taat kepada nenek moyangnya. Mereka masih menggunakan Danyangan atau Punden sebagai tempat suci. Mereka masih mempunyai kepercayaan yang besar terhadap roh nenek moyang mereka. Mereka juga masih melaksanakan praktek Slametan seperti yang dilakukan pada zaman dahulu.
Sebenarnya para seniman Jaranan Kediri semuanya adalah pekerja. Kebanyakan mereka adalah tukang becak dan tukang kayu. Sebagian dari mereka bekerja sebagai pedagang jajanan di sepanjang Jalan Bandar yang membentang dari utara hingga selatan.
Cliford Geertz mengidentifikasinya sebagai Abangan. Geertz memberikan penjelasan mengenai praktek abangan. Komunitas Abangan adalah sekte politik-agama yang menggabungkan kepercayaan asli Jawa dengan Marxisme nasionalis, sehingga para pengikutnya dapat secara bersamaan mendukung politik komunis di Indonesia. Membersihkan upacara Abangan dari sisa-sisa Islam (Geertz 1983).
Jaranan menjadi alat politik PKI pada tahun 1960-an untuk mempertahankan kekuasaannya dan menarik massa. Selama tahun-tahun tersebut, kebijakan Sukarno terhadap Nasakom berdampak signifikan terhadap keberadaan lembaga-lembaga yang mendasarinya. Dari nasionalisme, agama, hingga komunisme, mereka mempunyai institusinya sendiri. Grup ini memiliki basis seninya sendiri. Lekra, Lesbumi dan LKN merupakan lembaga seni tingkat bawah.
Tahun ini Jaranan sudah ada dan berada di bawah bimbingan Lekra. Jaranan sangat populer dikalangan masyarakat pada saat itu. Saat ini sudah terdapat beberapa kelompok Jaranan di Kediri. Kelompok Jaranan ini seringkali dipimpin oleh orang-orang yang bekerja di lembaga seni. Dari ketiga lembaga seni yang ada, masing-masing mempunyai seni tersendiri sesuai dengan misinya masing-masing.
Samboyo Spirit Baru Jaranan Kepang Kediri
Untuk meningkatkan citra Jaranan di masyarakat, para seniman Jaranan mulai menyempurnakan Jaranan tersebut. Pada tahun 1970-an, gerakan menghidupkan kembali Jaranan dimulai. Perbaikan dalam tarian, tata rambut dan musik telah dimulai. Seniman Jaranan mulai mentransformasi Jaranan melalui busana, tata rias, tari dan musik. Dalam berbagai pertunjukan jaranan, pelaku jaranan harus bersikap bijaksana dan sopan serta mempunyai tata krama yang baik terhadap penonton dan penonton. Kualitas ini harus direpresentasikan oleh seniman pada waktu dan kesempatan berbeda.
Selain strategi menjalin hubungan dengan militer, si Jaranan juga mempunyai strategi lain yaitu memperbaiki seni tari, musik, keuangan dan perilakunya. Penyempurnaan ini dilakukan para seniman Jaranan karena kontrol pemerintah saat itu masih sangat kuat. Untuk menghilangkan stigma tersebut, para seniman harus menerapkan strategi melestarikan seni Jarana.
Kreasi dan proyek baru Dinas Pariwisata Kediri
Dari sudut pandang Mbah Ketang, gerak tari Jaranan adalah standar dan tidak dapat diubah. Jaranan Wijaya Putra mempunyai 24 jenis gerakan. Perubahan jaranan hanya bergantung pada peralatan yang digunakan. Wijaya Putra dan Sanjaya Putra terus mempertahankan standar yang ada di Jaranan. Standar Jaranan selalu dipertahankan oleh Sanjaya Putra dan Wjaya Putra.
Kedua jaranan ini meyakini jojo yang mereka gunakan saat ini merupakan warisan nenek moyang mereka. Standar yang ada dari kedua komunitas ini harus selalu diterapkan pada pertunjukan. Apabila default sudah ditampilkan, Anda dapat menentukan gabungan Jaranan. Bagi Samboyo dan Wijaya, meninggalkan patokan berarti menghilangkan naluri Jaranan mereka dan menghina peninggalan nenek moyang mereka.
Beda dengan Jayoboyo Putra yang lebih suka berkreasi dengan desain baru. Jaranan ini mencoba memadukan kesenian tradisional dan modern. Misalnya saja lagu yang dicampur dengan Samroh atau Dangdut. Hal itu dilakukan Joyoboyo Putro untuk memenuhi permintaan pasar. Ranggalawe juga mempunyai paradigma yang sama dengan Joyoboyo Putro. Ia mengembangkan lebih lanjut seninya dalam proyek modifikasi tarinya.
Perkembangan pacuan kuda meningkat pesat setelah tahun 1977. Kemunculan lini ciptaan baru ini tidak lepas dari keinginan masyarakat atau masyarakat. Para seniman jaranan biasanya lebih suka bermain dengan jaranan standar. Namun biasanya kelompok seniman jaranan mempunyai dua versi. Pertama-tama, versi baru ini merupakan versi kolaborasi dengan seni modern. Instrumen modern biasanya mencakup drum, drum, dan keyboard. Yang kedua adalah versi Jaranan standar. Kesenian jaranan menggunakan kenong kenong, gong gumbeng, kendang dan terompet.
Tariannya disesuaikan dengan standar masing-masing kelompok. Misalnya Jaranan Wijoyo Putro 24 gerakan, Sanjoyo Putro 24 gerakan, Joyoboyo 14 gerakan, Ronggolawe Malaah Jintan, hanya sedikit antara 5 dan 6 gerakan. Seniman jaranan selalu memberikan kesempatan kepada narasumber untuk memilih versinya.
Jaringan dalam proyek pariwisata
Pemerintah Kota Kediri menggunakan badannya DK3 (Dewan Kesenian Kota Kediri) bersama Dinas Pariwisata akan membuat semacam panduan ke Jaranan. Buku ini banyak mengupas tentang standar Jaranan khas Kediri. Dia dan timnya mempersiapkan segalanya untuk membuat buku tersebut.
Proyek produksi Jaranan ini dijadwalkan pada tahun 2008. Sejauh ini Dinas Pariwisata Kediri telah menggali data yang ada untuk melakukan standarisasi jaranan. Data tersebut mereka terima dari para sesepuh Jaranan.
Beberapa tokoh, seniman senior Jarana dan sejarawan, akan dilibatkan dalam rencana pengembangan ini. Mereka juga berupaya agar pelaksanaannya tidak meninggalkan tradisi kesenian yang ada di Kediri. Sebelum pelaksanaan berlangsung, pihak Dinas Pariwisata akan mempelajari terlebih dahulu sejarah kota Kediri.
Rencana Kemenpar tahun ini dan tahun depan adalah mencari dulu standar Jaranan. Untuk mengembangkan dan membina Jaranan di Kediri, Dinas Pariwisata mengundang kelompok Jaranan untuk tampil di Taman Wisata Selomankleng setiap hari Minggu. Komunitas Jaranan diminta bergantian datang memberikan hiburan di Selomangleng.
Pada waktu-waktu tertentu, Kementerian Pariwisata juga mengundang seniman Jaranan untuk tampil hiburan di Taman Mini Indonesia Indah. Ketika para Jaranan muncul di taman mini, mereka sudah berbeda dengan para Jaranan yang ada di sini. Mereka berkolaborasi dengan tarian lainnya.
Jaranan penting bagi kami agar keberadaannya tetap lestari. Saat ini Pemerintah Kota Kediri sedang mempelajari dan meneliti kesenian Jaranan yang menjadi ciri khas Kediri. Baik dari segi pakaian, jogging maupun alat musik yang dimainkan. Proyek ini masih mangkrak karena dana yang diperlukan untuk pelaksanaannya belum diterima oleh Pemerintah Kota Metropolitan Kediri. Pembiayaan standardisasi Jaranan akan masuk dalam anggaran RAPBD tahun depan.